Laman

Jumat, 23 November 2012

Bedah Puisi Aku (Chairil Anwar)


BAB I
PENDAHULUAN

Karya sastra disusun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik, tidak terkecuali pada puisi. Unsur intrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang terdapat di dalam karya tersebut, sedangkan unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang berada di luar karya sastra (Dewi:2008).
Unsur intrinsik menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra seperti tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan. Unsur intrinsik hanya memandang unsur-unsur yang terdapat di dalam karya saja. Penilaian yang tepat untuk menentukan unsur intrinsik ini adalah penilaian objektif, karena penilaian tersebut hanya menilai unsur-unsur yang terdapat di dalam karya yang dinilai. Penilaian objektif menganggap sebuah karya sastra adalah karya yang berdiri sendiri tanpa mengaitkan karya sastra dengan sesuatu yang berada di luar karya itu, baik itu penyairnya, muapun aspek-aspek lain yang mempengaruhi.
Unsur ekstrinsik sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.
Menurut Tuhusetya (2007), sebuah karya sastra yang baik mustahil dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan. Kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya dijadikan sumber ilham bagi para sastrawan untuk membuat suatu karya sastra.
Seorang sastrawan memiliki penalaran yang tinggi, mata batin yang tajam, dan memiliki daya intuitif yang peka. Kelebihan-kelebihan itu jarang sekali ditemukan pada orang awam. Dalam hal ini, karya sastra yang lahir pun akan diwarnai oleh latar belakang sosiokultural yang melingkupi kehidupan sastrawannya.
Suatu keabsahan jika dalam karya sastra terdapat unsur-unsur ekstrinsik yang turut mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ektrinsik yang dimaksud seperti filsafat, psikologi, religi, gagasan, pendapat, sikap, keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam memandang dunia. Karena unsur-unsur ekstrinsik itulah yang menyebabkan karya sastra tidak mungkin terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Sastrawan berupaya untuk menyalurkan obsesinya agar mampu dimaknai oleh pembaca. Visi dan persepsinya tentang manusia di muka bumi bisa ditangkap oleh pembaca, dan pembaca terangsang untuk tidak melakukan hal-hal yang berbau hedonis dan tidak memuaskan kebuasan hati. Persoalan amanat, tendensi, unsur edukatif dan nasihat bukanlah hal yang terlalu berlebihan dalam karya sastra. Bahkanunsur-unsur tersebut merupakan unsur paling esensail yang perlu digarap dengan catatan tanpa meninggalkan unsur estetikanya. Sebab jika sebuah tulisan hanya mengumbar pepatah-petitih sosial, kepincangan-kepincangan sosial, tanpa diimbangi aspek estetika, namanya bukan karya sastra. Tulisan tersebut hanyalah sebuah laporan jurnalistik yang mengekspose kejadian-kejadian negatif yang tenagh berlangsung di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, kehadiran unsur-unsur tersebut bersama dengan proses penggarapan kara sastra.

BAB II
PEMBAHASAN


Pengertian Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.

(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.  Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat kaitan dan hubunganya.
(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestrabunyi.

(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang berada di luar karya sastra (Dewi:2008).
Makna puisi adalah arti atau maksud atau isi yang terkandung dalam puisi yang dapat ditangkap oleh pembaca sesuai tingkat pengalaman dan pengetahuannya. Oleh karena itu, makna puisi akan berbeda-beda manakala penafsirnya tidak sama. Bahkan, bukan tidak mungkin akan bertolak belakang. Dalam penafsiran, pasti akan ada unsur subjektivitas. Kedewasaan, kemantapan pengalaman, dan pengetahuan penafsir akan menentukan mutu rumusan makna puisi. Dengan demikian, hanya penyairnya yang tahu makna persis puisi tersebut.
Beberapa hal yang berkaitan dengan apresiasi puisi adalah pemahaman terhadap unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik puisi meliputi tema, diksi, bait/larik, rima, makna, amanat. Adapun unsur ekstrinsiknya adalah latar belakang penulis, keadaan masyarakat pada saat puisi tersebut digubah, sosial, politik, biografi penulis, adat, dan sebagainya. Kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan  karena hal tersebut sangat berkaitan dimana unsur instrinsik merupakan bagian daripada puisi, sedangkan unsur ekstrinsik merupakan bagian dari si penulis/penyair itu sendiri.
Puisi tersebut sangat dipengaruhi oleh unsur ekstrinsik dimana sebuah puisi akan sangat berbeda maknanya ketika si penulis puisi sedang dalam keadaan tenang dibanding sedang dalam perasaan kalut. dari kondisi si penulis dapat kita rasakan melalui karya yang dibuatnya tersebut. Sebuah puisi dapat tercipta berkat situasi sosial yang sedang tidak berjalan seperti biasanya, puisi terbentuk karena adanya budaya, karena pertentangan politik, serta hal yang lainnya.
Terkadang kita tidak memahami makna dari sebuah puisi itu sendiri. Hal itu terjadi karena mungkin pemahaman kita tentang puisi masih dangkal, kita hanya membacanya dengan sekilas tanpa memaknai puisi tersebut, dan mungkin juga maknanya sangat sulit ditemukan karena penggunaan bahasanya mungkin terlalu sukar untuk duipahami serta masih banyak lagi hal yang membuat kita sulit mengerti untuk memahami ataupun menemukan makna sebuah puisi.
Chairil Anwar
Masyarakat sastra pada umumnya telah mengenal seorang Chairil Anwar, seorang penyair besar yang juga pelopor dari Angkatan ’45. Walaupun ia seorang penyair besar, namun itu tidak mencerminkan kehidupannya yang nyaman seperti seseorang yang agung dan mempunyai sebuah nama besar. Kehidupannya begitu sederhana dan dinamis, bahkan lebih banyak masa-masa sulit yang ia hadapi.
Chairil Anwar mulai banyak dikenal oleh masyarakat dari puisinya yang paling terkenal berjudul Semangat yang kemudian berubah judul menjadi Aku. Puisi yang ia tulis pada bulan Maret tahun 1943 ini banyak menyita perhatian masyarakat dalam dunia sastra. Dengan bahasa yang lugas, Chairil berani memunculkan suatu karya yang belum pernah ada sebelumnya. Pada saat itu, puisi tersebut mendapat banyak kecaman dari publik karena dianggap tidak sesuai sebagaimana puisi-puisi lain pada zaman itu. Puisi tersebut tentu bukan Chairil ciptakan tanpa tujuan, hanya saja tujuan dari puisi tersebut yang belum diketahui oleh masyarakat.
Chairil Anwar adalah seorang penyair yang menuliskan apa saja yang ditemukannya dan dihadapinya dalam pencarian itu, sebagaimana perkataan Sastrowardoyo dalam Ginting (2007), bahwa  pengarang seperti Chairil Anwar, Sitor Situmorang, Ajip Rosidi, dan Goenawan  Mohammad terombang-ambing di antara dua kutub, kebudayaan daerah dan kota, tradisi dan modern, Timur dan Barat. Lebih lanjut lagi, dikatakan  bahwa nasib manusia perbatasan adalah buah dari pencarian hendak modern itu.
Jadi, puisi Aku ini adalah buah hasil dari pencarian Chairil sebagai manusia perbatasan yang terombang-ambing diantara dua kutub sebagaimana yang dikatakan oleh Sastrowardoyo. Selain itu, puisi Aku ini adalah puisi Chairil Anwar yang paling memiliki corak khas  dari beberapa sajak lainnya. Alasannya, sajak Aku bersifat destruktif terhadap corak bahasa ucap yang biasa  digunakan penyair Pujangga Baru seperti Amir Hamzah sekalipun. Idiom ’binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu  pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.
Puisi Aku dan Chairil Anwar adalah dua sisi yang tak pernah bisa dilepaskan. Sebagaimana pengarangnya, puisi Aku ini juga mempunyai banyak sisi yang menarik untuk diketahui lebih dalam. Oleh karena itu, penulis memilih judul tersebut untuk mengetahui lebih lanjut tentang puisi Aku dan keterkaitannya dengan Chairil Anwar sebagai pengarang dari puisi tersebut.
AKU

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943
Aku adalah sebuah puisi karya Chairil Anwar, karya ini mungkin adalah karyanya yang paling terkenal dan juga salah satu puisi paling terkemuka dari Angkatan '45. Aku memiliki tema pemberontakan dari segala bentuk penindasan. Penulisnya ingin "hidup seribu tahun lagi", namun ia menyadari keterbatasan usianya, dan kalau ajalnya tiba, ia tidak ingin seorangpun untuk meratapinya.
Unsur Ekstrinsik dalam Puisi Aku
Puisi yang sebelumnya berjudul Semangat ini terdapat dua versi yang berbeda. Terdapat sedikit perubahan lirik pada puisi tersebut. Kata ‘ku mau’ berubah menjadi ‘kutahu’. Pada kata ‘hingga hilang pedih peri’, menjadi ‘hingga hilang pedih dan peri’. Kedua versi tersebut terdapat pada kumpulan sajak Chairil yang berbeda, yaitu versi Deru Campur Debu, dan Kerikil Tajam. Keduanya adalah nama kumpulan Chairil sendiri, dibuat pada bulan dan tahun yang sama. Mungkin Chairil perlu uang, maka sajaknya itu dimuat dua kali, agar dapat dua honor (Aidit:1999).
Penjelajahan Chairil Anwar berpusar pada pencariannya akan corak bahasa ucap yang baru, yang lebih ‘berbunyi’ daripada corak bahasa ucap Pujangga Baru. Chairil Anwar pernah menuliskan betapa ia betul-betul menghargai salah seorang penyair Pujangga Baru, Amir Hamzah, yang telah  mampu mendobrak bahasa ucap penyair-penyair sebelumnya. Idiom ‘binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu  pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.  
Secara makna, puisi Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk dimaknai, bukan berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi ini. Sesuai dengan judul sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang semangat dan tak mau mengalah, seperti Chairil sendiri.
Pada lirik pertama, chairil berbicara masalah waktu seperti pada kutipan (2).
(2) Kalau sampai waktuku
Waktu yang dimaksud dalam kutipan (2) adalah sampaian dari waktu atau sebuah tujuan yang dibatasi oleh waktu. Seperti yang telah tertulis di atas, bahwa Chairil adalah penyair yang sedang dalam pencarian bahasa ucap yang mampu memenuhi luapan ekspresinya sesuai dengan yang diinginkannya, tanpa harus memperdulikan bahasa ucap dari penyair lain saat itu. Chairil juga memberikan awalan kata ‘kalau’ yang berarti sebuah pengandaian. Jadi, Charil berandai-andai tentang suatu masa saat ia sampai pada apa yang ia cari selama ini, yaitu penemuan bahasa ucap yang berbeda dengan ditandai keluarnya puisi tersebut.
 (3) 'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Pada kutipan (3) inilah watak Charil sangat tampak mewarnai sajaknya. Ia tahu bahwa dengan menuliskan puisi Aku ini akan memunculkan banyak protes dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan penyair. Memang dasar sifat Chairil, ia tak menanggapi pembuicaraan orang tentang karyanya ini, karena memang inilah yang dicariny selama ini. Bahkan ketidakpeduliannya itu lebih dipertegas pada lirik selanjutnya pada kutipan (4).
 (4) Tidak juga kau
Kau yang dimaksud dalam kutipan (4) adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk.
Berbicara tentang baik dan buruk, bait selanjutnya akan berbicara tentang nilai baik atau buruk dan masih tentang ketidakpedulian Chairil atas keduanya.
(5) Tidak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
   Dari kumpulannya terbuang
Zaini, salah seorang Sahabat Chairil pernah bercerita, bahwa ia pernah mencuri baju Chairil dan menjualnnya. Ketika Chairil mengetahui perbuatan sahabatnya itu, Chairil hanya berkata, “Mengapa aku begitu bodoh sampai bisa tertipu oleh kau”. Ini menunjukkan suatu sikap hidup Chairil yang tidak mempersoalkan baik-buruknya suatu perbuatan, baik itu dari segi ketetetapan masyarakat, maupun agama. Menurut Chairil, yang perlu diperhatikan justru lemah atau kuatnya orang.
Dalam kutipan (5), ia menggunakan kata ‘binatang jalang’, karena ia ingin menggambar seolah seperti binatang yang hidup dengan bebas, sekenaknya sendiri, tanpa sedikitpun ada yang mengatur. Lebih tepatnya adalah binatang liar. Karena itulah ia ‘dari kumpulannya terbuang’. Dalam suatu kelompok pasti ada sebuah ikatan, ia ‘dari kumpulannya terbuang’ karena tidak ingin mengikut ikatan dan aturan dalam kumpulannya.
(6) Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Peluru tak akan pernah lepas dari pelatuknya, yaitu pistol. Sebuah pistol seringkali digunakan untuk melukai sesuatu. Pada kutipan (6), bait tersebut tergambar bahwa Chairil sedang ‘diserang’ dengan adanya ‘peluru menembus kulit’, tetapi ia tidak mempedulikan peluru yang merobek kulitnya itu, ia berkata “Biar”. Meskipun dalam keadan diserang dan terluka, Chairil masih memberontak, ia ‘tetap meradang menerjang’ seperti binatang liar yang sedang diburu. Selain itu, lirik ini juga menunjukkan sikap Chairil yang tak mau mengalah.
Semua cacian dan berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia pedulikan dari sajak tersebut juga akan hilang, seperti yang ia tuliskan pada lirik selanjutnya.
(7) Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Inilah yang menegaskan watak dari penyair atau pun dari puisi ini, suatu ketidakpedulian. Pada kutipan (7), bait ini seolah menjadi penutup dari puisi tersebut. Sebagaimana sebuah karya tulis, penutup terdiri atas kesimpulan dan harapan. Kesimpulannya adalah ‘Dan aku akan lebih tidak perduli’, ia tetap tidak mau peduli. Chairil berharap bahwa ia masih hidup seribu tahun lagi agar ia tetap bisa mencari-cari apa yang diinginkannya.
Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
Dari puisi yang berjudul Aku diatas, dapat kita ketahui bahwa nilai sosialnya sangatlah besar.
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Dimana disini sangat jelas diungkapkan penyair bahwa setiap manusia akan menemui ajal sehingga Chairil berharap untuk setiap orang agar tidak merasa sedih apabila nantinya ia sudah tiada walaupun pada akhir puisinya ditulis “Aku mau hidup seribu tahun lagi”. Menurut penyair sendiri, kematian sudah begitu dekat namun dengan harapan yang begitu besar untuk tetap hidup lebih lama lagi.
Dari segi keagamaan (religi) juga sangat jelas terlihat dalam puisi “Aku” dimana pada baris terakhir, sipengarang mangatakan “Aku mau hidup seribu tahun lagi”. Kalimat tersebut jelas merupakan Doanya terhadap Sang Pencipta dimana ia berharap hidup seribu tahun lagi karena ia sendiri masih takut menghadapi ajal yang sudah begitu dekat dengan dirinya. Kehidupannya yang begitu sulit membuat ia berserah kepada Tuhan.
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
“biar peluru menembus kulitku” menggambarkan sakitnya atau pahitnya hidup yang sedang ia rasakan pada saat itu dan “aku tetap meradang menerjang luka dan bisa kubawa berlari berlari hingga hilang pedih peri” menyatakan hal penyerahan dirinya terhadap Tuhan sehingga segala kepedihan yang ia rasakan pada saat itu hilang.
Biografi Singkat Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak tunggal dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ayahnya bekerja sebagai pamongpraja. Ibunya masih mrmpunyai pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Chairil dibesarkan dalam keluarga yang berantakan. Kedua orang tuanya bercerai dan ayahnya menikah lagi dengan wanita lain. Setelah perceraian itu, Chairil mengikuti ibunya merantau ke Jakarta. Saai itu, ia baru lulus SMA.
Chairil masuk Hollands Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja, namun tak satu pun puisi awalnya yang ditemukan. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman. Ia mengisi waktu luangnya dengan membaca buku-buku dari pengarang internasional ternama, seperti Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini memberikan kesan lebih pada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang pedih sebagaimana yang tertulis dalam kutipan (1).
(1) Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil sayangi. Dia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu. Hal itu ia lakukan sebagai tanda bahwa ia yang mendampingi nasib ibunya. Di depan ibunya juga, Chairil sering kali kehilangan sisi liarnya. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Chairil Anwar mulai memiliki perhatian terhadap kesusasteraan sejak sekolah dasar. Di masa itu, ia sudah menulis beberapa sajak yang memiliki corak Pujangga Baru, namun ia tidak menyukai sajak-sajak tersebut dan membuangnya. Begitulah pengakuan Chairil Anwar kepada kritikus sastra HB. Jassin. Seperti yang ditulis oleh Jassin sendiri dalam Chairil  Anwar Pelopor Angkatan 45.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kegigihannya. Seorang teman dekatnya, Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.
Jassin juga pernah bercerita tentang salah satu sifat sahabatnya tersebut, “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Semua nama gadis itu masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Hapsah adalah gadis kerawang yang menjadi pilihannya untuk menemani hidup dalam rumah tangga. Pernikahan itu tak berumur panjang. Karena kesulitan ekonomi dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat itu, anaknya baru berumur tujuh bulan dan Chairil pun menjadi duda.
Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya, namun banyak pendapat yang mengatakan bahwa TBC kronis dan sipilislah yang menjadi penyebab kematiannya. Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar yang menjadi notaris di bekasi harus meminta maaf saat mengenang kematian ayahnya di tahun 1999. Ia berkata, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar”, (Haniey:2007).
Tak sedikit buku-buku karangan Chairil semasa hidupnya, buku-buku itu adalah sebagai berikut. Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949), Tiga Menguak Takdir (1950, dengan Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949, diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986), Derai-derai Cemara (1998), Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide Kena Gempur (1951), dan terjemahan karya John Steinbeck.
Selain itu, karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya seperti Sharp gravel, Indonesian poems, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley? California, 1960), Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati (Madrid: Palma de Mallorca, 1962), Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963), Only Dust: Three Modern Indonesian Poets, oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969), The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970), The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974), Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978), dan The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993).


BAB III
KESIMPULAN

  1. Unsur ektrinsik adalah unsur-unsur dari luar karya sastra yang mempengaruhi isi karya sastra. Contoh unsur ekstrinsik adalah psikologi, sosial, Agama, sejarah, filsafat, ideologi, politik.
  2. Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak tunggal dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ia meninggal pada pukul 15.15 WIB, 28 April 1949. Penyebab kematiaannya terdapat beberapa versi tentang sakitnya, namun banyak pendapat yang mengatakan bahwa TBC kronis dan sipilislah yang menjadi penyebabnya. Umur Chairil 27 tahun. Namun, kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh dalam menggeluti kesenian.
  3. Unsur ekstrinsik dalam puisi Aku ini adalah Psikologi pengarangnya, Chairil Anwar. Penjelajahan Chairil Anwar berpusar pada pencarian corak bahasa ucap baru yang lebih ‘berbunyi’ daripada corak bahasa ucap Pujangga Baru. Ia menghargai salah seorang penyair Pujangga Baru, Amir Hamzah, yang telah  mampu mendobrak bahasa ucap penyair-penyair sebelumnya. Sajak Aku adalah sajak yang paling memiliki corak khas  dari beberapa sajak Chairil lainnya. Sajak trsebut bersifat destruktif terhadap corak bahasa ucap yang biasa  digunakan penyair Pujangga Baru seperti Amir Hamzah sekalipun. Idiom ‘binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu  pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.  

Daftar Pustaka
 
Dewi. 2008. Pengertian Fungsi dan Ragam Sastra. dewi-biru.blogspot.com. (Diakses pada tanggal 24 Maret 2008)
Tuhusetya, Sawali. 2008. Karya Sastra yang Baik Tak Lepas dari Dimensi Hidup. sawali.info. (Diakses pada tanggal 24 Maret 2008)
Haniey. 2007. Biografi Chairil Anwar (1922—1949). penyair.wordpress.com. (Diakss pada tanggal 15 November 2007)
Ginting, T. D. 2007. Pertem(p)u(r)an Chairil Anwar dengan Tuhan. www.puisi.net. (Diakses pada tanggal 15 November 2007)
Aidit, Sobron. 1999. Bab 1: Chairil Anwar. www.lallement.com. (Diakses pada tanggal 15 November 2007
id.wikipedia.org/wiki/Aku_(puisi)



Pembelajaran Analisis Kesalahan Berbahasa


               BAB I
PENDAHULUAN

 Kesalahan berbahasa tidak sama dengan kekeliruan berbahasa. Keduanya memang merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang. Kesalahan berbahasa terjadi secara sistematis kerena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan. Kekeliruan berbahasa tidak terjadi secara sistematis, bukan terjadi karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan, melainkan karena kegagalan merealisasikan sistem kaidah bahasa yang sebenarnya sudah dikuasai.
Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam melafalkan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dsb. Kekeliruan ini bersifat acak, artinya dapat terjadi pada berbagai tataran linguistik. Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki sendiri oleh siswa bila yang bersangkutan, lebih mawas diri, lebih sadar atau memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya telah mengetahui sistem linguistik bahasa yang digunakan, tetapi karena suatu hal dia lupa akan sistem tersebut. Kelupaan itu biasanya tidak lama.
Sebaliknya, kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi, artinya siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara  konsisten dan sistematis. Kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbaikan biasanya dilakukan oleh guru, misalnya melalui remedial, latihan, praktik, dsb. Sering dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya. Bila tahap pemahaman siswa tentang sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya ternyata kurang, kesalahan berbahasa tentu sering terjadi. Namun, kesalahan berbahasa akan berkurang apabila tahap pemahaman semakin meningkat.
Terjadinya kesalahan berbahasa di kalangan siswa yang sedang belajar bahasa terutama belajar bahasa kedua, merupakan fenomena yang mendorong para ahli pengajaran bahasa untuk mempelajari kesalahan berbahasa. Dari studi tentang kesalahan berbahasa itu dapat diketahui bahwa proses terjadinya kesalahan berbahasa berhubungan erat dengan proses belajar bahasa. Kesalahan berbahasa merupakan gejala yang intern dengan proses belajar bahasa. Oleh karena itu, untuk memahami proses terjadinya kesalahan berbahasa, terutama di kalangan siswa yang sedang belajar bahasa, diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep belajar bahasa.
Penguasaan bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua diperoleh melalui proses belajar. Sebagian para ahli pengajaran bahasa membedakan antara proses penguasaan bahasa pertama dan penguasaan bahasa kedua. Proses penguasaan bahasa pertama bersifat ilmiah dan disebut pemerolehan bahasa (language acquisition). Proses penguasaan bahasa perama ini berlangsung tanpa adanya suatu perencanaan terstruktur. Secara langsung anak-anak memperoleh bahasanya melalui kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Setiap ada yang normal secara fisik, psikis, dan sosiologis pasti mengalami proses pemerolehan bahasa pertama. Proses ini berlangsung tanpa disadari oleh anak. Anak juga tidaak menyadari motivasi apa yang mendorongnya berada dalam kondisi pemerolehan bahasa pertama itu.
Selanjutnya, proses penguasaan bahasa kedua terjadi setelah seseorang menguasai bahasa pertama dan disebut belajar bahasa (language learning). Proses belajar bahasa kedua pada umumnya berlangsung secara terstruktur di sekolah melalui perencanaan program kegiatan belajar mengajar yang sengaja disusun untuk keperluan itu. Dalam proses ini, si pembelajar menyadari bahwa dia sedang belajar bahasa. Dia juga menyadari motivasi apa yang mendorongnya untuk menguasai bahasa kedua itu.

BAB II
LANDASAN TEORI
 
Tim penulis mengambil beberapa referensi yang berguna bagi landasan berpijak untuk menganalisis kesalahan berbahasa tersebut antara lain: Norish (1983) tentang pembelajar bahasa dan kesalahan-kesalahannya, termasuk di dalamnya kesalahan pembelajar dalam menulis; H.V. George (1972)  mengenai kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan oleh pembelajar, beberapa penyebab kesalahan berbahasa, dan cara mengatasi  kesalahan berbahasa; O’Grady, et.al. (1989) tentang kesalahan berbahasa yang dihubungankan dengan masalah interlanguage dan interference dalam  perolehan bahasa kedua (L2); Tarigan (1988) mengenai teori kesalahan berbahasa dan langkah-langkah dalam melakukan analisis kesalahan berbahasa; Tarigan (1989) yang membahas secara rinci pengajaran remedi bahasa sebagai tindak lanjut ditemukannya berbagai kesalahan berbahasa agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terjadi lagi dalam proses pembelajaran bahasa asing/kedua; Lightbown dan Nina Spada (1999) mengenai pembelajaran bahasa kedua dan berbagai aspeknya. Referensi-referensi tentang tata bahasa Indonesia dan aspek-aspeknya dapat dirunut dari  Alieva et. Al (1991), Moeliono (1993), Dardjowidjoyo (1984).
Norish (1983: 6-8) memandang perlunya membedakan tiga tipe penyimpangan berbahasa yang berbeda . Tiga hal itu meliputi error, mistake, dan lapse. Error , kesalahan, merupakan penyimpangan berbahasa secara sistematis dan terus-menerus sebagai akibat belum dikuasainya kaidah-kaidah atau norma-norma bahasa target. Mistake, kekeliruan,  terjadi ketika seorang pembelajar  tidak secara konsisten melakukan penyimpanagn dalam berbahasa. Kadang-kadang pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang benar tetapi kadang-kadang mereka membuat kekeliruan  dengan mempergunakan kaidah/norma dan bentuk-bentuk yang keliru. Lapse, selip lidah, diartikan sebagai bentuk penyimpangan  yang diakibatkan karena pembelajar kurang konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab lain yang dapat terjadi kapan saja dan pada siapa pun.
Selain membedakan berbagai bentuk penyimpangan berbahasa, Norish juga menyatakan bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa pembelajar dapat dijadikan alat bantu yang positif dalam pembelajaran karena dapat dipergunkan oleh pembelajar  maupun pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran bahasa...” some good pedagogical reasons have been suggested for regarding errors made bay learners of  foreign language leniently but the most important reason is that the error itself may actually be a necessary part of learning a language “(Norish, 1983: 6).
Berkaitan dengan kesalahan dalam menulis, Norish berpendapat bahwa penting untuk mendorong pembelajar dapat menyusun kalimat-kalimat mereka secara tertulis sehingga kesalahan-kesalahan yang dibuat hendaknya direduksi bahkan dihilangkan sama sekali....”it was vital that people should be educated to construct grammatically acceptable sentence and be able to spell correctly...because of this, a great deal of attention has traditionally been given to writing and error in the medium  tend to be regarded as indicative of some type of failure”(Norrish, 1983: 65).
Mengenai klasifikasi kesalahan berbahasa, kami mengklasifikan kesalahan menurut sistem gramatikal yang meliputi: fonologi, morfologi, dan sintaksis, dan klasifikasi kesalahan karena adanya penghilangan, penambahan, dan penggantian bentuk-bentuk tertentu.

2.1 Sumber dan Analisis Data
Data-data untuk menganalisis kesalahan berbahasa di ambil dari  komposisi  para pembelajar yang mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang dikumpulkan dan mencatat kesalahan-kesalahan yang  ada dalam komposisi dan dicatat dalam sebuah tabel untuk selanjutnya diklasifkasikan. Komposisi  ini dijadikan data sebagai bahan menganalisis  karena data ini dapat diamati  secara langsung dalam bentuk tertulis  sehingga memudahkan proses identifikasi dan klasifikasi kesalahan .
Analisis data dilakukan dengan identifikasi kesalahan-kesalahan berbahasa. Setelah diidentifikasi, kesalahan-kesalahan berbahasa tersebut diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok tertentu sehingga akan terlihat kesalahan-kesalahan berbahasa yang sering dilakukan oleh pembelajar.    Apabila  langkah-langkah di atas sudah dilakukan, penentuan alternatif pembelajaran remedinya dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan tingkat kesalahan yang dibuat oleh pembelajar untuk menentukan prioritas pembelajarannya.
Pada makalah ini akan dipaparkan hasil analisis atas kesalahan-kesalahan berbahasa yang terjadi melalui hasil karangan yang diambil dari sepuluh (10) karangan  siswa SMP Negeri 2 Kutacane sebagai bahan untuk menganalisis kesalahan dalam berbahasa.
2.1.1 Tataran Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis
Tabel pesebaran kesalahan-kesalahan berbahasa yang akan dianalisis:
No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
1.
Lilis Suryani
IX.2
Fonologi
8
Kata Rumah ada 2, nYaman ada 3.



Morfologi
4
Kata ke bersihan ada 2, membersihkan nya ada 2 kata.



Sintaksis
2
Kalimatnya tidak efektif

Dari hasil karangan/tulisan Lilis Suryani dapat dilihat kesalahan-kesalahan yang ada seperti yang tertera dalam tabel diatas:
Dalam bidang fonologi ada 8 yaitu
·         Rumahà seharusnya yang benar adalah rumah. Kata rumah tersebut berada di tengah kalimat sehingga huruf R-nya bukan huruf kapital.
·         nYamanà seharunya nyaman tanpa menggunakan huruf kapital pada huruf Y-nya .
·         dari pdà seharusnya yang benar adalah kata daripada.
·         apa bilaà seharunya Apabila yang tanpa menggunakan spasi dan juga huruf A-nya harus kapital karena kata tersebut berada di awal kalimat.
·         ygà seharusnya yang tanpa kata tersebut disingkat.
Dalam bidang morfologi ada 4.
·         ke bersihanà seharusnya Kebersihan tanpa menggunakan spasi serta huruf  K-nya harus menggunakan huruf kapital karena berada pada awal kalimat. dan satu kata lagi berada ditengah kalimat sehingga k-nya sudah benar namun menjadi salah karena memakai spasi.
·         Membersihkan nyaà seharusnya yang benar adalah membersihkannya tanpa ada spasinya.
Dalam bidang sintaksis
·         ke bersihan setengah dari pd iman kita harus menjaga kebersihan agar tempat yang kita tinggali bersihàkalimat ini sangat tidak efektif karena tidak adanya hubungan antara kalimat pertama dan kedua. Yang benar seharusnya “Kebersihan merupakan bagian dari kesehatan, sehingga kita harus tetap menjaga agar lingkungan kita selalu bersih.”
·         Kita harus terjauh dari penyakit kalau kita melihat rumah kita sendiri kotor ataupun jorok maka kita harus membersihkan nyaà dalam kalimat ini tidak menggunakan tanda baca sehingga maknanya kurang jelas. yang benarnya adalah ”Kita harus terjauh dari penyakit. Apabila kita melihat rumah kita dalam keadaan kotor, maka harus segera kita bersihkan.”


No
Nama
kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
keterangan
2.
Jefri Efendy
IX.2
Fonologi
10
Kata sampah ada 8



Morfologi
7
Sembarangan ada 3 kata, penyakit ada 3 kata.



sintaksis
4 paragraf
4 dari 5 paragraf salah

Dari karangan Jefri Efendy, dapat dilihat hasil analisisnya antara lain:
Dari segi fonologi ada 10 kesalahan.
·         IManà seharusnya yang benar adalah iman tanpa ada huruf kapitalnya.
·         Sungaià yang benar adalah kata sungai karena kata tersebut berada di tengah kalimat sehingga tidak dibenarkan menggunakan kapital.
·         Sampahà yang benar adalah sampah tanpa kapital huruf S-nya.
Dari segi morfologi
·         Sebagian, Sembarangan, Penyakit à seharusnya huruf S dan P-nya pada awal kalimat dalam setiap kata tidak menggunakan huruf kapital.
Dari segi sintaksisnya
·         Hampir semua kalimatnya salah dimana di dalam karangan tersebut terdapat pengulangan kalimat sampai beberapa kali.
·         Tidak adanya tanda baca dalam karangan sehingga memperbanyak kesalahan.
·         Dalam satu paragraf terdapat ide pokok yang lebih dari satu bahkan ada tiga ide pokok dalam satu paragraf.

No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
3.
Tri Listari
IX.2
Fonologi
6
Kata kebersihan ada 4, kata apabila ada 2.



Morfologi
1
Diksi yang salah



Sintaksis
1
Kalimatnya tidak efektif


Dari hasil karangan yang ditulis oleh Tri Listari, dapat dianalisis sebagai berikut:
Segi fonologi
·         Kebersihanà seharunya kata kebersihan tersebut menggunakan huruf kapital pada awal hurufnya karena merupakan di awal kalimat.
·         apa bilaà seharusnya tidak menggunakan spasi pada kata apa dan bila.
Dari segi morfologi
·         kekotoranà seharusnya kata ini tidak dimunculkan dalam karangan karena pilihan katanya tidak sesuai. Walaupun seandainya tidak dapat dielakkan penggunaannya, gunakanlah hanya kata “kotor”.
Dari segi sintaksis
·         kebersihan itu dapat mencegah penyakit maka hindarilah kekotoran baik di sekolah, rumah ataupun tempat lainà maka seharusnya dapat dituliskan dengan “ Kebersihan dapat mencegah penyakit. Oleh karena itu, hindarilah tempat-tempat yang kotor seperti di sekolah, rumah, ataupun tempat lain dengan cara membersihkannya.”

No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
4.
Wiwik Ranasyah
VIII.5
Fonologi
2
Hanya salah dalam penggunaan kapital.



Morfologi
-




Sintaksis
-


Yang dapat dianalisis dari karangan Wiwik Ranasyah adalah sebagai berikut:
Segi fonologi
·         Sangat, Siswaà seharusnya huruf S-nya pada awal kalimat tidak menggunakan huruf kapital karena kata tersebut berada di tengah kalimat.
Catatan: secara keseluruhan dari karangan tersebut sudah cukup bagus, hanya saja penggunaan tanda bacanya yang kurang tepat.
No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
5.
Muna Warah
VIII.5
Fonologi
5
Salah menggunakan huruf kapital dalam awal kata



Morfologi
3
Menggunakan spasi



Sintaksis
2
Terlalu banyak menggunakan kata sambung “dan”

Dari karya tulis/karangan Muna Warah tersebut dapat dilihat hasil analisisnya yaitu:
Dari segi fonologi
·         Terjadi kesalahan pada penggunaan huruf kapital pada huruf awal setiap kata yang seharusnya tidak perlu memakai huruf kapital.
Dari segi morfologi
·         Menyemprot nya, di bersihkan, di tanamà seharusnya tidak menggunakan spasi dalam menulis kata diatas.
Dari segi sintaksisnya
·         Dan lokasi penanaman yang ada di kebun ada yang di dekat coklat, dan ada juga yang di dekat pisangà kalimat tersebut salah karena menggunakan kata sambung “dan” dalam membuka paragraf. Kalimat ini tidak tahu persis apa maksudnya. Namun jika dilihat dari kalimat awalnya, maka dapat diubah kalimat ini menjadi “ sayuran, tomat, serta yang lainnya dapat ditanam di dekat pohon coklat, begitu juga di dekat pohon pisang.”
·         Dan cara penanamannya ada yang di beri pupuk, menyirami tanamannya, dan mencabut rumput, dan menyemprotnya­­àkalimat ini juga menggunakan kata “dan” sebagai pembuka kalimat. kalimat ini sangat tidak logis karena “cara penanamannya ada yang di beri pupuk” tidak menyampaikan suatu arti atau gagasan yang benar. Seharusnya kalimat yang dibuat yaitu “ cara merawat tanamannya adalah dengan memberi pupuk, menyiram tanaman, menjaga kebersihannya dari rumput, serta menyemprotnya”.

No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
6.
Selpia Irani
IX.4
Fonologi
3
Kata ulang disingkat



Morfologi
2
Menggunakan spasi



Sintaksis
2
Mubajir dalam memakai  kata ”dan”

Dari karangan Selpia Irani dapat dianalisis kesalahannya sebagai berikut.
Dari unsur fonologi
·         Rumput xxà seharusnya kata ulang tersebut tidak disingkat sehingga dapat dilihat kebenarannya seperti “ rumput-rumput “.
·         mingguà seharusnya Minggu.
·         Paraà seharusnya Pada.(mungkin pengarang salah menulis)
Dari unsur morfologi
·         Menjaga nya, suasana nyaà seharusnya dalam kata tersebut tidak perlu menggunakan spasi sehingga yang benarnya adalah menjaganya dan suasananya.

Dari unsur sintaksisnya
·         Kita harus membersihkan lingkungan dan menjaga nya dengan baik, dan supaya bersih dan enak dipandang mata. Dan membuang sampah pada tempatnyaà kata “dan” sangat banyak digunakan dalam kalimat diatas sehingga terjadi kesalahan dalam kalimatnya. Seharusnya kalimatnya dapat dibuat seperti: kita harus membersihkan lingkungan dan menjaganya dengan baik supaya tetap bersih dan indah dipandang mata, serta membuang sampah pada tempatnya.
·         Para hari minggu kita harus membersihkan pekarangan rumah dan mencabuti rumput xx supaya terlihat bersih, manfaatnya adalah untuk diri kita sendirià kalimat tersebut dapat diganti dengan “ Pada hari Minggu, kita dapat meluangkan waktu untuk membersihkan pekarangan rumah serta mencabuti rumput-rumputnya supaya terlihat bersih, dan manfaatnya adalah untuk diri kita sendiri juga.”

No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
7.
Sari Ulan Padila
IX.4
Fonologi
20
Kata-katanya banyak yang disingkat



Morfologi
7
Di tengah kata menggunakan huruf kapital



Sintaksis
6
Pada awal kalimat tidak menggunakan huruf kapital

Hasil analisis dari karangan Sari Ulan Padila dapat dilihat penjabarannya seperti di bawah ini.

Dari segi fonologinya
·         kepaDa, sbg, Bisa (ada 2 kata), hiDup (ada 3 kata), tdk (ada 4 kata), pd (ada 3 kata), aDa, anak2, Di, Dan, Bersih, malaRia. Kata-kata di atas semua salah karena penggunaan huruf kapitalnya tidak benar dimana ketika katanya sedang berada di awal kalimat tidak menggunakan huruf kapital, jika katanya berada di tengah kalimat maka huruf kapital digunakan pada awal huruf. Dan yang membuat kata tersebut menjadi salah terlebih karena menggunakan huruf kapital di tengah daripada sebuah kata. Seharusnya kata-kata yang benarnya yaituà kepada, sebagian, bisa, hidup, tidak, pada, ada, anak-anak, di, dan, bersih, malaria.
Dari segi morfologinya
·         keBersihan (ada 2 kata), memBuang (ada 2 kata), semBarang, Buanglah, terhinDar. Dalam segi morfologinya juga tetap sama kesalahannya seperti dalam segi fonologinya dimana penggunaan huruf kapitalnya yang tidak sesuai penempatannya. Seharusnya yang benar adalahà kebersihan, membuang, sembarang, buanglah, terhindar.
Dari segi sintaksisnya
·         kita harus jaga kebersihan dan lingkungan kita agar kita bisa hidup nyamanà seharusnya “Kita harus menjaga kebersihan lingkungan demi terciptanya kehidupan yang nyaman.”
·         jika kita tdk menjaga lingkungan kita akan mendapat penyakit dan lalu kita sakità seharusnya “Jika kita tidak menjaga kebersihan lingkungan, maka kita bisa terserang penyakit.”
·         Pd suatu hari aDa anak2 kampung saya membuang sampah sembarangan dia memBuang sampah di sungai dan sampah itu mengalir dan sumBat akhirnya kejadian banjirà seharusnya ”Pada suatu hari, ada seorang anak-anak di kampung saya yang membuang sampah sembarangan. Dia membuang sampah di sungai. Namun akhirnya aliran sungai itu menjadi tersumbat oleh sampah tadi sehingga menimbulkan banjir.
·         kalau kampung kita sudah Bersih penyakit tdk akan pernah datangi kita seperti penyakit malaRia dan sebagainya tdk akan menular kepaDa kampung kita sekitarnyaàseharusnya “Apabila kampung kita bersih, kemungkinan besar kita tidak akan terserang penyakit seperti: Malaria, DBD (demam berdarah), dan sebagainya.”
·         kalau kita jaga kebersihan agar kita semua anak sehatà seharusnya “Marilah kita jaga kebersihan agar kita semua terhindar dari serangan berbagai penyakit.”
·         kita harus memBuang sampah pd tempatnya agar tdk terhinDar dari penyakità seharusnya “Kita harus membuang sampah pada tempatnya agar terhindar dari penyakit.”

No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
8.
Muhammad Jauhari
IX.4
Fonologi
5
Salah dalam penggunaan kapital



Morfologi
1
Penggunaan spasi yang tidak tepat



Sintaksis
-
Sudah cukup baik

Hasil analisis dari karangan Muhammad Jauhari dapat dilihat penjabarannya seperti di bawah ini.
Dari segi fonologinya ada 5 kesalahan
·         Menjaga, Sampah-Sampah, Selokan, Serta, Sangatà kesalahannya terletak pada penggunaan huruf kapital. seharusnya yang benar adalah “menjaga, sampah-sampah, selokan, serta, sangat.”        Hasil  analisis dari karangan ini ditemukan bahwa setiap huruf S pada awal kata sering menggunakan huruf kapital.
Dari segi morfologinya
·         di penuhià seharusnya tidak menggunakan spasi dalam kata tersebut sehingga yang benarnya adalah “dipenuhi”
dari segi sintaksisnya
·         jika dilihat dari hasil analisisnya, maka karangan ini sudah cukup baik dari segi kalimatnya. Baik penggunaan tanda bacanya, keefektifan kalimatnya juga sudah bagus dalam tingkatan SMP.

No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
9.
Yeni Marpida
IX.4
Fonologi
11
Kesalahan dalam pemakaian huruf kapital serta menyingkat kata ulang



Morfologi
2
Salah dalam huruf kapitalnya



Sintaksis
6
Penyusunan kalimatnya tidak efektif

Hasil analisis yang diperoleh dari karangan Yeni Marpida adalah sebagai berikut:
Dari unsur fonologinya
·         MANFAAT, Dengan (ada 2 kata), yanG, pohon xx, tanaman xx, janGan, Dan (ada 4 kata)à kesalahan yang terjadi yaitu kesalahan dalam penggunaan huruf kapital yang tidak sesuai serta penyingkatan kata-kata ulang. Seharusnya kata- kata yang benar adalah “Manfaat, dengan, yang, pohon-pohon, tanaman-tanaman, jangan, dan.”
Dari unsur morfologinya
·         jaGalah, berGunaà seharusnya huruf yang ditengah kata tidak perlu menggunakan huruf kapital. Seharusnya yang benar adalah “jagalah, berguna.”
Dari segi sintaksisnya
Setelah  dianalisis dari keseluruhan karangan yang ditulis oleh Yeni Marpida, maka ditemukan banyak sekali kesalahan dalam segi sintaksisnya dimana dalam karangan tersebut kita tidak mengerti tujuan ataupun hal apa yang disampaikan kepada pembaca. Penggunaan kalimatnya tidak jelas karena hubungan antar kalimat tidak ada, penggunaan tanda baca (koma) yang sangat banyak, penggunaan kata sambung “dan” yang sangat banyak, kata-katanya berulang-ulang, serta dalam satu paragraf mempunyai ide pokok yang lebih dari satu.
·         Contoh kalimat yang diambil sebagai penjelas dari pernyataan diatas, misalnya:
Ø  Diambil dari paragraf kedua dimana kalimatnya seperti berikut
“Dan tidak kebanjiran. Hidup kita pun menjadi indah, dan halaman rumah, sekolah menjadi indah dipandang. Dan kebersihan itu sebagian dari iman dan kita harus menjaga kebersihan lingkungan, kebersihan rumah, kebersihan pakaian dll.”
Pembenarannya:
Marilah kita bersama-sama menjaga lingkungan agar tetap bersih sehingga banjirpun tidak akan terjadi dan menjadikan sekeliling kita indah. Baik di rumah maupun di sekolah, harus kita jaga kebersihannya agar indah dipandang mata. Ada  pribahasa yang menyatakan, “ kebersihan merupakan sebahagian dari iman.”
No
Nama
Kelas
Jenis kesalahan
Jumlah kesalahan
Kesimpulan
10.
Raja Maha
IX.5
Fonologi
5
Kesalahan dalam penggunaan kapital



Morfologi
2
Salah dalam penggunaan kalpital serta spasinya



Sintaksis
2
Kalimat yang kurang efektif

Hasi analisis yang diperoleh dari karangan Raja Maha, maka dapat dijabarkan seperti di bawah ini.

Dari segi fonologinya
·         Remaja, Rusak, Rumah, Hal-hal, Untukà kesalahan yang terjadi adalah pada penggunaan huruf kapitalnya yang tidak tepat.seharusnya yang benar adalah “remaja, rusak, rumah, hal-hal, untuk.”
Dari unsur morfologi
·         Penyakit, di pakaià dalam hal ini terjadi kesalahan dalam penggunaan huruf kapital dan juga kesalahan dalam menggunakan spasi. Seharusnya yang benar adalah “penyakit, dipakai.”
Dari segi sintaksisnya
·         Untuk terhubung ke internet kita harus memiliki, komputer laptop dan Hpàdalam kalimat ini masih belum efektif dimana penggunaan tanda bacanya masih belum tepat sehingga pengartiannya masih kurang tepat. Seharusnya kalimat tersebut dapat ditulis seperti “Untuk dapat terhubung ke jaringan internet, kita harus memiliki Komputer, Laptop, Hand phone serta barang elektronik lainnya yang dapat digunakan untuk menggunakan jasa internet tersebut.”

·         Manfaat komputer adalah dapat menambah ilmu pengetahuan, mencari informasi yang kita butuhkan dan juga bisa berdagang di internetà kalimat ini juga masih belum efektif dimana dalam kalimat tersebut dikatakan bahwa kita dapat menambah ilmu pengetahuan dari komputer. Memperoleh ilmu pengetahuan serta informasi lainnya bukan kita dapatkan dari komputer melainkan dari internet tersebut. Kalimat yang lebih benarnya dapat ditulis seperti ini “Internet sangat bermanfaat bagi kita dimana hal tersebut dapat menambah ilmu pengetahuan, mencari informasi yang kita butuhkan, bisa berdagang melalui internet, serta masih banyak hal lagi yang dapat kita lakukan di dalam menggunakan layanan internet.”
·         Bahaya dan Penyakit internet bisa membuat kita lupa diri, mata Rusak, dan lupa akan makan sehingga timbul penyakit maag, dapat mempraktekkan apa yang kita lihat di internetà terjadi kesalahan dalam kalimat ini dimana penyusunan kata-katanya masih belum tepat sehingga masih salah dalam pola kalimatnya. Dari kesalahan tersebut membuat kalimat itu menjadi tidak efektif. Kalimatnya dapat diperbaiki seperti ini “Bahaya maupun penyakit yang dapat terjadi dari penggunaan internet adalah  dapat membuat kita lupa diri seperti: lupa makan karena terlalu asyik main internet sehingga dapat kena penyakit maag, mata dapat rusak karena terlalu lama di depan komputer, serta dapat berdampak negatif akibat penyalahgunaan layanan internet tersebut.”


2.2  Alternatif Strategi  Pembelajaran Remedi
2.2.1. Hakekat Pembelajaran Remedi
Pembelajaran remedi dimaksudkan sebagai suatu proses memperbaiki berbagai kesalahan berbahasa atau proses membantu pembelajar yang mengalami kesulitan dalam memahami berbagai kaidah berbahasa. Pembelajaran ini juga dimaksudkan sebagai proses penyadaran atas berbagai kesalahan yang dilakukan pembelajar untuk kemudian dilakukan berbagai upaya penanggulangan agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terjadi lagi ( Richard, 1987: 244; George, 1972: 79-80; Norrish, 1983: 79; Suratminto, 1996: 4).

2.2.2  Langkah-Langkah Pembelajaran Remedi
Kesalahan-kesalahan berbahasa yang telah dikemukakan pada bab II dapat digunakan sebagai pijakan untuk menentukan langkah-langkah lanjutan  yang harus diambil. Hal penting yang perlu dilakukan adalah menginformasikan berbagai kesalahan tersebut kepada pembelajar agar mereka mengetahui kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Langkah ini sangat penting dilakukan agar mereka tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Kesalahan terbanyak yang terungkap dalam penelitian ini adalah kalimat yang  tidak efektif karena hanya berupa jajaran kata yang tidak membentuk satu kesatuan arti/informasi. Kesalahan lain yang perlu diketahui pelh mereka adalah pemakaian afiks dan pilihan kata. Dua hal ini sangat penting untuk menyususn kalimat dan paragraf sehingga mereka hendaknya diminta untuk benar-benar memperhatikannya.
Setelah mereka mengetahi kesalahan yang mereka lakukan perlu diupayakan koreksi atas kesalahan-kesalahan tersebut. Koreksi in dapat dilakukan bersama-sama  di dalam kelas, ataupun secara individual dengan mempertimbangkan karakteristik pembelajar dan kesalahan yang mereka lakukan. Teknik pertama dapat dilakukan bila pembelajar dapat saling terbuka menerima kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan dan terbuka menerima koreksi dari pembelajar lain. Keuntungan teknik ini adalah penghematan waktu belajar dan komunikasi antarpembelajar dapat terjalin. selain itu masing-masing pembelajar mengetahui beragamnya kesalahan yang dilakukan pembelajar-pembelajar lain sehingga secara otomatis mereka tidak melakukan kesalahan yang sama. Proses koreksi itu sendiri, membantu pembelajar untuk belajar kaidah-kaidah berbahasa secara aplikatif. Teknik bimbingan individual memang lebih efektif dari segi pendekatan personal. Pengajar mengatahui benar-benar karakteristik pembelajar dan kesalahan yang dilakukannya sehingga dapat memberikan alternatif pembenarannya secara tepat.  Selain itu, pembelajar tidak meresa malu dengan diketahuinya kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Akan tetapi ini memerlukan waktu tersendiri yang lebih banyak dan tidak ada sharing  antarpembelajar.
Langkah  ketiga yang dapat dilakukan adalah memberikan contoh-contoh yang benar atas kesalahan-kesalahan tersebut sehingga pembelajar dapat membandingkan antara bentuk-bentuk yang salah dengan bentuk-bentuk yang benar. Dengan contoh-contoh ini, pembelajar diharapkan untuk “menangkap” pola-pola yang benar sehingga dapat membuat bentuk-bentuk yang benar.

BAB III
PENUTUP


Kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia para pembelajar (BIPA) di SMP NEGERI 2 KUTACANE dari siswa-siswi kelas VIII dan IX telah teridentifikasi. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi:  dari segi fonologi sebanyak 75  kesalahan,  kesalahan dari segi morfologi sebanyak 29, kesalahan dalam sintaksis sebanyak 25 kesalahan. Jadi kesalahan yang paling mencolok terjadi pada pembuatan kalimat yang efektif disusul kesalahan penggunaan huruf kapital, pemakaian afiks, dan tidak lengkapnya fungsi-fungsi dalam kalimat.
Kesalahan-kesalahan tersebut diharapkan dapat tereduksi dengan beberapa langkah pembelajaran remedi yang berupa pemberian informasi tentang kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan pembelajar, koreksi secara berpasangan dan koreksi individual, pemberian contoh-contoh yang benar atas kesalahan-kesalahan yang terjadi, pemberian deretan-deretan morfologis dan kata-kata bersinonim dalam konteks, serta diskusi bersama pembelajar tentang penyebab kesalahan berbahasa yang mereka lakukan.
Kesimpulan
Hasil analisis yang diperoleh dari sepuluh (10) karangan siswa-siswi SMP Negeri 2 Kutacane, telah ditemukan beberapa kesalahan secara keseluruhan dari segi fonologi sebanyak 75 kesalahan, dari tataran morfologinya sebanyak 29 kesalahan, sedangkan dari tataran sintaksisnya sebanyak 25 kesalahan.
Dari jenis kesalahan yang telah dilakukan oleh siswa/ pembelajar bahasa indonesia dari segi mengarang yang disebutkan diatas, sehingga dapat dijadikan sebagai materi untuk perbaikan/ remedi terhadap siswa oleh guru yang  bersangkutan sehingga kesalahan-kesalahan seperti itu tidak terulang kembali serta siswa-siswi semakin paham dengan tata bahasa dalam bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjodjo, Soenjono. 1995. “Masalah dalam Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing di Indonesia”. Kongres Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing , 28-30 Agustus 1995 di Universitas Indonesia, Jakarta.
George, H.V. 1972. Common Errors in Language Learning ; Insight From English. Massachusetts : Newbury House Publisher.
Lightbown, Patsy M dan Nina Spada. 1999. How Languages Are Learned (Revised Edition). Oxford : Oxford University Press

Nimmanupap, Sumalee. 1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk pembelajar Asing di Thailand”, Makalah Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta, 26-30 Oktober 1998.

Norissh, John. 1983. Language Learners and Theirs Errors. London : The Macmillan Press.
O’Grady, William dan Michael Dobrovolsky. 1989. Contemporary Linguistics : An Introduction. New York : St. Martin’s Press.
Rivai, S. Faizah Soenoto. 1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Pembelajar Asing di Italia” Makalah Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta, 26-30 Oktober 1998.

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Penerbit Angkasa.
Wojowasito, 1977, Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan Bahasa  Ibu), Bandung: Shinta Dharma.

______________________. 1989. Pengajaran Remedi Bahasa: Suatu Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Depdikbud.


Catatan : Hasil Karangan Siswa Yang Dijadikan Sampel, Tidak Saya Lampirkan. (semoga materi ini dapat bermanfaat bagi anda.)