Laman

Kamis, 17 Januari 2013

Classical Conditioning


Ivan Pavlov (1849 – 1936)

Eksperimen Pavlov
Jenis belajar ini mulai dikembangkan oleh Ivan Pavlov,  seorang Psikolog dari Rusia di awal abad 20. Lahir 14 September 1849 di Ryazan, anak seorang Pendeta bernama Peter Dmitrievich Pavlov dan meninggal pada tanggal  27 February 1936 di Leningrad. Pavlov pernah mendapat hadiah Nobel untuk penelitiannya mengenai digestion – learning, pada tahun 1904.   Di dalam mengembangkan percobaannya, Pavlov melakukan experimen
dengan menggunakan anjing. Penelitian Pavlov dalam Digestion melihat bahwa dalam kaitannya dengan proses belajar, Pavlov melihat ada pembentukan asosiasi, dimana ini yang disebut dengan belajar asosiatif.  Dalam eksperimennya Pavlov pertama kali menghubungkan sebuah selang ke kelenjar air liur untuk mengukur aliran  saliva. Anjing ditempatkan di hadapan sebuah tempat makan dimana makanan  dapat diberikan secara otomatis. Seorang peneliti melakukannya dengan menyalakan lampu di jendela di hadapan anjing, setelah beberapa detik, sedikit makanan diberikan ke tempat makanan, dan cahaya dimatikan. Anjing sedang lapar, dan alat rekam mencatat salivasi  yang banyak.  Salivasi ini merupakan respon yang tak dikondisikan (unconditioned response), karena tidak ada proses belajar yang terlibat. Begitu pula makanan merupakan stimulus tak dikondisikan (unconditioned stimulus). Prosedur ini diulang hingga beberapa kali.  Untuk menguji apakah anjing telah belajar mengasosiasikan cahaya dengan makanan. Jika anjing mengalami salivasi, maka ia telah mempelajari asosiasi. Salivasi ini merupakan respon yang dikondisikan (conditioned response), sedangkan cahaya merupakan stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus). Anjing telah diajarkan atau dikondisikan untuk mengasosiasikan cahaya dengan makanan dan berespon terhadapnya dengan mengeluarkan saliva. 

Prosedur Classical Conditioning





Operant Conditioning

Jenis belajar Operant Conditioning dimulai dengan penelitian yang dilakukan E. L. Thorndike (1898) yang banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin yang berusaha membuktikan proses pembelajaran pada hewan dapat diterapkan pada manusia.  Sebagai contoh, percobaan yang dilakukan pada kucing yang kelaparan yang ditempatkan pada kandang dengan pegangan pintu yang sederhana dan sepotong ikan yang diletakkan di luar kandang. Pada awalnya kucing tersebut mencoba untuk menjangkau ikan tersebut dengan cara menjulurkan cakarnya melewati sela-sela kandang. Saat gagal, kucing tersebut mencoba membuka pintu kandang dengan segala cara. Salah satu caranya dengan tidak sengaja memukul pegangan pintu tersebut yang mengakibatkan pintu terbuka dan membuat kucing tersebut bebas sehingga dapat memakan ikan tersebut. Setelah dilakukan beberapa kali percobaan kucing tersebut mulai mengerti untuk membuka pegangan pintu tersebut untuk mendapatkan makanan yang ditempatkan di luar kandang.
Pada proses ini kucing terlibat dalam perilaku trial and error,  yang mana terjadi proses pendapatan hadiah terhadap suatu perilaku. E. L. Thorndike (1898) menyebut hal ini sebagai hukum efek (Law of Effect). Dari percobaannya terhadap kucing, Thorndike menyatakan bahwa penguatan terhadap suatu tingkah laku sebagai akibat dari adanya reward yang langsung mengikuti tingkah laku tersebut. The Law of Effect  menyeleksi respon-respon dari sejumlah respon yang diikuti oleh hasil yang positif.



Kaitan antara prinsip belajar Classical Conditioning dan Operant Conditioning dengan Perolehan bahasa terhadap anak.


1. Klasikal conditioning (pengkondisian klasik) pada prinsipnya ditandai adanya stimulus dari luar. Sehingga ada kaitannya dengan pemerolehan bahasa terhadap anak dimana pemerolehan bahasa terhadap anak adalah suatu proses yang dipergunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang semakin bertambah rumit, ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi. Dalam hal ini si anak sangat membutuhkan rangsangan dari luar untuk menemukan teori-teori terpendam tersebut dengan cara mendengar kata atau bahasa orangtua maupun yang didengar dari orang lain. Semakin banyak ia mendengar kata-kata maka semakin mampu pula ia menyusun atau membangun suatu tata bahasa yang baru.   
Misalnya : ketika si ibu berkata “minum susu ya nak!” dengan membawa dot berisi susu lalu memberinya. Dengan begitu maka si anak akan mengerti jika si ibu membawa dot tanpa berkata, si anak sudah paham bahwa ia akan minum susu. Begitu juga dengan belajar bahasa, ketika si ibu memegang benda dengan menyebut nama benda tersebut sehingga si anak tahu.

2. Operan conditioning (pengkondisian operan) prinsipnya ditandai adanya penguatan (reinforcement), penguatan dalam bentuk  reward (hadiah) & punishment (hukuman). Hal ini juga cocok diterapkan pada pemerolehan bahasa si anak yaitu dengan cara memberi hadiah jika ia  berprestasi (dalam arti kata berbahasa yang baik) dan memberi hukuman jika ia melakukan kesalahan.
Misalnya : puji si anak ketika ia mampu mengucapkan kata ataupun kalimat dengan baik sehingga ia akan semakin terdorong untuk belajar berbahasa yang baik ataupun menggunakan kalimat yang baik. Dan beri teguran yang membangun ketika ia melakukan kesalahan dalam berbahasa. Mungkin si anak tidak tahu apa arti yang diucapkannya itu melainkan ia hanya mengikuti kata-kata orang yang didengarnya dari orang lain ( kata-kata yang menghina, kata yang tidak pantas diucapkan) sehingga si anak tahu bahwa kata-kata itu tidak baik diucapkan dan ia semakin mengerti menyaring kata-kata yang ia peroleh dari orang tua maupun dari lingkungan sekitarnya.

Tidak ada komentar: