Laman

Selasa, 29 Januari 2013

Hakikat Bahasa

Dalam kajian linguistik umum bahasa, baik sebagai langage maupun langue, lajim didefinisikan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi atau alat interaksi sosial. Sebagai sebuah sistem, bahasa juga bersifat sistematis, artinya secara keseluruhan bahasa itu ada kaidah-kaidahnya. Lalu, secara sistematis artinya, sistem bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, melainkan ada subsistem-subsistemnya, yang subsistemnya gramatikal dan subsistem semantik.
Sebagai lambang artinya, setiap satuan bahasa seperti kata dan kalimat, tentu ada yang dilambangkannya. Kemudian, karena lambang bahasa itu berupa bunyi, maka lambang bahasa yang berbunyi [kuda] digunakan untuk melambangkan atau menandai ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’ dan lambang bahasa yang berbunyi [air] digunakan untuk melambangkan atau menandai ‘sejenis zat cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’.
Lambang bahasa itu bersifat arbitrer. Artinya, tidak ada “hubungan wajib” antara lambang dengan yang dilambangkan. Jadi, kalau ditanyakan “mengapa binatang berkaki empat yang biasa dikendarai” disebut atau dilambangkan dengan bunyi [kuda] tidaklah bisa dijelaskan. Begitu juga tidak bisa dijelaskan “mengapa zat cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari” disebut atau dilambangkan dengan bunyi [air].
Akibat dari sifat arbitrer ini, maka akan kita dapati adanya sebuah lambang yang digunakan untuk melambangkan dua maujud yang berbeda. Misalnya, lambang yang berbunyi [pacar] digunakan untuk melambangkan dua maujud yaitu, ‘kekasih’ dan ‘ pemerah kuku’ atau “inai”. Bisa juga dua lambang yang berbeda atau lebih digunakan untuk melambangkan maujud yang sama. Misalnya lambang [mati] , [wafat], dan [meninggal] sama-sama melambangkan keadaan ‘yang tadinya bernyawa menjadi tidak bernyawa’. Kejadian lain akibat dari sifat arbitrer ini bisa menjadikan sebuah lambang bunyi menjadi berbeda dari yang dilambangkan terdahulu. Misalnya lambang yang berbunyi [ceramah], dulu digunakan untuk melambangkan keadaan ‘bawel, cerewet’; tetapi sekarang digunakan untuk melambangkan maujud ‘uraian mengenai suatu bidang ilmu di muka orang banyak’.

Bagian akhir dari definisi tentang bahasa menyatakan bahwa bahasa itu digunakan oleh para penuturnya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan (Abdul Chaer, Linguistik Umum, 2010 : Rineka Cipta).

Tidak ada komentar: