Laman

Jumat, 12 Juli 2013

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN KLASIFIKASINYA





Implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang terdapat di dalam percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Sejalan dengan batasan tentang implikasi pragmatic, implikatur percakapan itu adalah proposisi atau “pernyataan” implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan (Grice 1975:43, Gadzar 1979:38 dalam Rustono 1999:82). Implikatur percakapan terjadi karena adanya kenyataan bahwa sebuah ujaran nyang mempunyai implikasi berupa proposisi yang sebenarnya bukan bagian dari tuturan itu (Gunarwan 1994:52 dalam Rustono 1999:82).
Didalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak dituturkan bersifat tidak mutlak (Rahardi 2003 :85)Pembahasan tentang implikatur mencakupi pengembangan teori hubungan antara ekspresi, makna, makna penutur, dan implikasi suatu tuturan. Di dalam teorinya itu, ia membedakan tiga jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional, implikatur nonkonvensional, dan praanggapan. Selanjutnya implikatur nonkonvensional dikenal dengan nama implikatur percakapan. Selain ketiga macam implikatur itu, ia pun membedakan dua macam implikatur percakapan, yaitu implikatur pecakapan khusus dan implikatur percakapan umum. (Grice 1975:43-45 dalam Rustono 1999:83)
(1)   Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperolah langsung dari makna kata, bukan dari prinsip percakapan. Tuturan berikut ini mengandung implikatur konvensional. Contoh:
a.       Lia orang Tegal, karena itu kalau bicara ceplas-ceplos.
b.      Poltak orang Batak, jadi raut mukanya terkesan galak.
      Implikasi tuturan (a) adalah bahwa bicara ceplas-ceplos Lia merupakan konsekuensi karena ia orang Tegal. Jika Lia bukan orang Tegal, tentu tuturan itu tidak berimplikasi bahwa bicara ceplas-ceplos Lia karena ia orang Tegal. Implikasi tuturan (b) adalah bahwa raut muka galak Poltak merupakan konsekuensi karena ia orang Batak. Jika Poltak bukan orang Batak, tentu tuturan itu tidak berimplikasi bahwa raut muka galak Poltak karena ia orang Batak.
(2)   Implikatur nonkonvensional atau implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang tersirat di dalam suatu percakapan.  Di dalam komunikasi, tuturan selalu menyajikan suatu fungsi pragmatik dan di dalam tuturan percakapan itulah terimplikasi suatu maksud atau tersirat fungsi pragmatik lain yang dinamakan implikatur percakapan. Berikut ini merupakan contoh tuturan di dalam suatu percakapan yang mengandung suatu implikasi percakapan.
A: ”HP mu baru ya? Mengapa tidak membeli N70 aja?”
B : ”Ah, harganya terlalu mahal.”
Implikatur percakapan tuturan itu adalah bahwa HP yang dibeli A murah sedangkan HP N70 harganya lebih mahal daripada HP yang dibeli A.
Dua dikotomi implikatur percakapan selanjutnya adalah implikatur percakapan umum dan implikasi percakapan khusus. (Grice 1975:45, Levinson 1983:131)
A.    Implikatur percakapan khusus adalah implikatur yang kemunculannya memerlukan konteks khusus. Tuturan (1) hanya berimplikasi (2) jika berada di dalam konteks khusus seperti pada percakapan (3) berikut ini.
(1)   Langit semakin mendung, sebentar lagi hujan datang.
(2)   (Ibu belum pulang dari pasar).
(1)   A: Mengapa Ibu belum pulang?
B: Langit semakin mendung, sebentar lagi hujan datang.
B.     Implikatur percakapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus. Implikatur (1) sebagai akibat adanya tuturan (2) merupakan implikatur percakapan umum.
(1)   Saya menemukan uang.
(2)   (Uang itu bukan milik saya)

PRAANGGAPAN DAN PERIKUTAN
Sebuah tuturan dapat dikatakan mempresuposisikan atau mempraanggapkan tuturan lainnya, apabila ketidakbenaran tuturan yang di praanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali (Rahardi 2003: 83-84). Meskipun di dalam batasan tentang pragmatik yang dikemukakan Levinson (1983:9) hanya disebut dan lazim dibicarakan di dalam bidang semantik (Lyons 1978:592), - oleh karena keterkaitannya dengan ikhwal implikatur – istilah praanggapan (presupposition) dan perikutan (entailment) juga biasa dibahas di dalam kajian pragmatik. Konsep tentang perikutan berdekatan dengan konsep tentang praanggapan dan implikatur (Rustono 1999 : 105). Praanggapan atau presuposisi adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan (Stalnaker 1978:321).
Praanggapan berupa andaian penutur bahwa mitra tutur dapat mengenal pasti orang atau benda yang diperkatakan (Palmer, 1989:181; Stubbs, 1983:214, lyons, 1978:592, Austin, 1962:51 dalam Rustono 1999:105). Pendapat-pendapat diatas mengakui adanya kesamaan pemahaman antara penutur dan mitra tuturnya tentyang suatu hal yang manjadi pangkal tolak komunikasi penutur. Dan dengan itu, komunikasi antarpeserta tutur dapat berjalan tanpa hambatan. Sebuah tuturan dapat mempraanggapkan tuturan yang lain. Sebuah tuturan dikatakan mempraanggapkan tuturan yang lain jika ketidakberatan tuturan kedua atau yang dipraanggapan mengakibatkan tuturan yang pertama atau mempraanggapkan tidak dapat dikatakan benar atau salah (Palmer 1989:181, Austin 1962:50, lyons 1978:596). Misalnya tuturan berikut ini:
A.  Ade makan nasi goreng.
B.  Hanik membaca tabloid Teen.
C.  Istri kepala desa itu sangat cantik
Tuturan yang dipraanggapan oleh tuturan A, B, C masing-masing adalah tuturan D, E, dan F berikut ini:
:           E. (Ada nasi goreng)
            F. (Ada tabloid Teen)
            G. (Ada istri)
Pemahaman tentang praanggapan oleh mitra tutur karena adanya tuturan yang mempraanggapkan. Tuturan yang mempraanggapkan itu dinyatakan (asserted) oleh penutur. Tuturan yang dipraanggapkan (presupposed) itulah yang dinamakan praanggapan.
Menurt Kaswanti Purwo (1990:19) ikhwal praanggapan ini dapat pula digunakan untuk menggali perbedaan ciri semantik verba.  Verba jongkok dan duduk merupakan dua verba yang memiliki perbedaan ciri semantik. Perbedaan ciri semantik kedua verba itu terlihat dari dapat tidaknya tuturan (A) sebagai praanggapan dari tuturan (B) dan (C) berikut ini.
A.  Aku jongkok setelah berdiri lama.
B.  Aku duduk setelah berdiri lama
C.  ( sudah capek berdiri.)
Perikutan adalah “implikasi” logis dari sebuah tuturan (Gunarwan 1994:52 dalam Rustono 1999:108). Perikutan tidak lain merupakan bagian atau konsekuensi mutlak dari sebuah tuturan (Wijana 1996:39-40 dalam Rustono 1999:108). Tuturan (A) berikut ini mengandung “implikasi” logis (B).
A.    Ibu sedang memasak.
B.     (Ibu bergerak.)
Verba memasak merupakan implikasi logis dari memasak. Hal itu terjadi karena tidak ada aktivitas memasak tanpa bergerak.
Sebagai konsekuensi mutlak, perikutan merupakan sesuatu yang bersifat logis. Tuturan (a) yang memprerikutan tuturan (b) sejalan dengan karakteristik perikutan itu.
(a)    Sekarang Ani kelas tiga SMP
(b)   (Ani pernah SD)
Perikrutan (c) juga merupakan konsekuensi logis dari tuturan (d). Dan karena itu, tuturan (d) tidaklah merupakan tuturan yang berterima.
(c)    Hani kelas tiga SMP
(d)   (Hani sudah lulus SD.)
(e)    ”Walaupun Hani sudah kelas tiga SMP, ia belum pernah SD”.
Dari deskripsi itu, dapatlah dinyatakan bahwa keseluruhan isi tuturan dapat mengandung apa yang dimaksud, apa yang dikatakan, dan apa yang diimplikasi. Praanggapan, implikatur, dan perikutan merupakan tiga istilah dengan konsep yang saling berdekatan. Implikatur atau lengkapnya percakapan adalah proposisi yang tidak merupakan bagian dari sebuah tuturan di dalam suatu percakapan dan tidak pula merupakan konsekuensi yang harus ada dari sebuah tuturan percakapan. Praanggapan merupakan pengetahuan bersama antara mitra tutur dan penutur yang tidak dituturkan dan merupakan prasyarat yang memungkinkan suatu tuturan benar atau tidak benar. Perikutan atau entailment adalah “implikasi” logis dari sebuah tuturan atau konsekuensi mutlak dari sebuah tuturan.
DAFTAR PUSTAKA
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma.
Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Purwo, Bambang Kaswanti.1987.Bacaan Linguistik.Jogjakarta: UGM

Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia


Fungsi bahasa dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan secara khusus.
Dalam literatur bahasa, dirumuskannya fungsi bahasa secara umum bagi setiap orang adalah

1. Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri.
Mampu mengungkapkan gambaran,maksud ,gagasan, dan perasaan. Melalui bahasa kita dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita. Ada 2 unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:
* Agar menarik perhatian orang lain terhadap diri kita.
* Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.

2. Sebagai alat komunikasi.
Bahasa merupakan saluran maksud seseorang, yang melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Pada saat menggunakan bahasa sebagai komunikasi,berarti memiliki tujuan agar para pembaca atau pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang. Bahasa yang dikatakan komunikatif karena bersifat umum. Selaku makhluk sosial yang memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi, manusia memakai dua cara berkomunikasi, yaitu verbal dan non verbal. Berkomunikasi secara verbal dilakukan menggunakan alat/media bahsa (lisan dan tulis), sedangkan berkomunikasi cesara non verbal dilakukan menggunakan media berupa aneka symbol, isyarat, kode, dan bunyi seperti tanda lalu lintas,sirene setelah itu diterjemahkan kedalam bahasa manusia.

3. Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial.
Pada saat beradaptasi dilingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa yang non standar pada saat berbicara dengan teman- teman dan menggunakan bahasa standar pada saat berbicara dengan orang tua atau yang dihormati. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa memudahkan seseorang untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa.

4. Sebagai alat kontrol Sosial.
Yang mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial dapat diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat, contohnya buku- buku pelajaran, ceramah agama, orasi ilmiah, mengikuti diskusi serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain yang menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita.

Fungsi bahasa secara khusus :

1. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari- hari.
Manusia adalah makhluk sosial yang tak terlepas dari hubungan komunikasi dengan makhluk sosialnya. Komunikasi yang berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan non formal.

2. Mewujudkan Seni (Sastra).
Bahasa yang dapat dipakai untuk mengungkapkan perasaan melalui media seni, seperti syair, puisi, prosa dll. Terkadang bahasa yang digunakan yang memiliki makna denotasi atau makna yang tersirat. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang mendalam agar bisa mengetahui makna yang ingin disampaikan.

3. Mempelajari bahasa- bahasa kuno.
Dengan mempelajari bahasa kuno, akan dapat mengetahui peristiwa atau kejadian dimasa lampau. Untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi kembali dimasa yang akan datang, atau hanya sekedar memenuhi rasa keingintahuan tentang latar belakang dari suatu hal. Misalnya untuk mengetahui asal dari suatu budaya yang dapat ditelusuri melalui naskah kuno atau penemuan prasasti-prasasti.

4. Mengeksploitasi IPTEK.
Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki manusia, serta akal dan pikiran yang sudah diberikan Tuhan kepada manusia, maka manusia akan selalu mengembangkan berbagai hal untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan selalu didokumentasikan supaya manusia lainnya juga dapat mempergunakannya dan melestarikannya demi kebaikan manusia itu sendiri.

KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum didalam :
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “ Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambing Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai :

1. Bahasa Nasional
Kedudukannya berada diatas bahasa- bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
· Lambang kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai- nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
· Lambang Identitas Nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
· Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
· Alat penghubung antarbudaya antardaerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :
· Bahasa resmi kenegaraan.
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan.
· Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).
· Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
· Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.