2.1 Pengertian Tindak Tutur
Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana ‘pertuturan’ / speech act, speech event):
pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara
diketahui pendengar (Kridalaksana, 1984:154). Tindak tutur (speech atcs)
adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial (Hudson
dikutif Alwasilah, 1993:19). Menurut Hamey (dikutif Sumarsono, dan Paina
Partama, 2002:329-330)tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa
tutur, dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur. Setiap
peristiwa tutur terbatas pada kegiatan, atau aspek-aspek kegiatan yang
secara langsung diatur oleh kaidah atau norma bagi penutur. Ujaran atau
tindak tutur dapat terdiri dari satu tindak turur atau lebih dalam suatu
peristiwa tutur dan situasi tutur. Dengan demikian, ujaran atau tindak
tutur sangat tergantung dengan konteks ketika penutur bertutur.
Tuturan-tuturan baru dapat dimengerti hanya dalam kaitannya dengan
kegiatan yang menjadi konteks dan tempat tuturan itu tejadi. Sesuai
dengan pendapat Alwasilah (1993:20) bahwa ujaran bersifat context dependent (tergantung konteks)
Tindak tutur merupakan gejala individu,
bersifat psikologis, dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam
menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur di titikberatkan kepada makna
atau arti tindak, sedangkan peristiwa tutur lebih dititikberatkan pada
tujuan peristiwanya (Suwito, 1983:33). Dalam tindak tutur ini terjadi
peristiwa tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur dalam rangka
menyampaikan komunikasi. Agustin (dikutuf Subyakto, 1992:33) menekankan
tindak tutur dari segi pembicara. Kalimat yang bentuk formalnya berupa
pertanyaan memberikan informasi dan dapat pula berfungsi melakukan
suatu tindak tutur yang dilakukan oleh penutur. Dengan demikian, penutur
yang diucapkan suatu tindakan, seperti “Pergi!”, “Silahkan Anda
tinggalkan rumah ini, karena Anda belum membayar kontraknya!”, “Saya
mohon Anda meninggaln rumah ini” tindak tutur ini merupakan suatu
perintah dari penutur kepada mitra tutur untuk melakukan tindakan.
Tindak tutur adalah kegiatan seseorang
menggunakan bahasa kepada mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan
sesuatu. Apa makna yang dikomukasikan tidak hanya dapat dipahami
berdasarkan penggunaan bahasa dalam bertutur tersebut tetapi juga
ditentukan oleh aspek-aspejk komunikasi secara komprehensif, termasuk
aspek-aspek situasional komunikasi.
Dalam menuturkan kalimat, seorang tidak
semata-mata mengatakan sesuatu dengan mengucapkan kalimat itu. Ketika ia
menuturkan kalimat, berarti ia menindakkan sesuatu. Dengan mengucapkan,
“Mau makan apa?” sipenutur tidak semata-mata menanyakan atau jawaban
tertentu, ia juga menindakkan sesuatu, yakni menawarkan makan siang.
Seorang ibu berkata kepada anak perempuannya yang dikunjungi oleh
pacarnya “Sudah pukul sembilan”. Ibu tadi tidak semata-mata
memberitahukan tentang keadaan yang berkaitan dengan waktu, tetapi juga
menindakkan sesuatu yakni memerintahkan mitra tutur atua orang laian
(misalnya anaknya ) agar pacarnya pulang.
2.1.1 Jenis-Jenisnya Tindak Tutur
Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act)
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pragmatik karena TT
adalah satuan analisisnya. Uraian berikut memaparkan klasifikasi dari
berbagai jenis TT. Menurut pendapat Austin (dikutif Chaer dan Leonie
Agustina, 1995:68-69) merumuskan adanya tiga jenis tindak tutur, yaitu
tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
- Tindak tutur lokusi atau apa yang dikatakan (locutionary act) adalah tindak tutur yang untuk menyatakan sesuatu. Misal; kakinya dua, pohon punya daun. Tindak tutur yang dilakukan oleh penutur berkaitan dengan perbuatan dalam hubungannya tentang sesuatu dengan mengatakan sesuatu (an act of saying something), seperti memutuskan, mendoakan, merestui dan menuntut.
- Tindak tutur ilokusi (illocutionary act) yaitu, tindak tutur yang didepinisikan tidak tutur ilokusi sebagi sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau mengimformasikan sesuatu dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, tindak tutur yang dilakukan oleh penutur berkaitan dengan perbuatan hubungan dengan menyatakan sesuatu. Tindak tutur ilokusi berkaitana dengan nilai yang ada dalam proposisinya. Contoh, “Saya tidak dapat datang”. Kalimat ini oleh seseorang kepada temannya yang baru melaksanakan resepsi pernikahan anaknya, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu yakni meminta maaf karena tidak datang.
- Tindak tutur perlokusi: Austin, Searle, perbuatan yang dilakukan dengan mengujarkan sesuatu, membuat orang lain percaya akan sesuatu dengan mendesak orang lain untuk berbuat sesuatu, dll. atau mempengaruhi orang lain (perlocutionary speech act)
Misalnya:
Tempat itu jauh.
Tempat itu jauh.
mengandung pesan. metapesan ‘Jangan pergi
ke sana!’ metapesan (Dalam pikiran mitratutur ada keputusan) “Saya
tidak akan pergi ke sana.”
Pembagian tindak tutur
berdasarkan maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) Searle membagi
dalam lima jenis. Pembagian ini menurut Searle (1980:16) didasarkan atas
asumsi “Berbicara menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan prilaku
dalam aturan yang tertentu”. Kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai
berikut.
- Tindak tutur repesentatif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk menetapan atau menjelakan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan, menolak dan lain-lain. Tindak menyatakan, mempertahankan maksudnya adalah penutur mengucapkan sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadat ujaran penutur. Tindak melaporkan memberitahukan, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka penutur percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak menolak, menyangkal, maksudnya penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur percaya bahwa terdapat alasan untuk tidak percaya. Tindak menyetujui, menggakui, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka mitra tutur percaya bahwa apa yang diujarkan oleh penutur berbeda dengan apa yang ia inginkan dan berbeda dengan pendapat semula.
Contoh
Guru : Pokok bahasan kita hari ini mengenai analisis wacana.
Tuturan guru di atas, merupakan salah satu contoh tindak tutur representatif yang termasuk mdalam tindak memberitahukan.
- Tindak tutur komisif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu, seperti berjanji, bernazar, bersumpah, dan ancaman. Komisit terdiri dari 2 tipe, yaitu promises (menyajikan) dan offers (menawarkan) (Ibrahim, 1993:34). Tindak menjanjikan, mengutuk dan bersumpah maksudnya adalah penutur menjajikan mitra tutur untuk melakukan A, berdasarkan kondisi mitra tutur menunjukkan dia ingin penutur melakukan A.
Contoh saya berjanji akan datang besok
Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak komisif yang termasuk dalam menjanjikan
- Tinddak tutur direkfif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, perintah, meminta. Menutur Ibrahim (1993:27) direktif mengespresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur, mislnya meminta, memohon, mengajak, bertanya, memerintah, dan menyarankan. Tindak meminta maksunya ketika mengucapkan sesuatu, penutur meminta mitra tutur untuk melakukan A, maksudnya mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur. Tindak memerintah, maksudnya ketika penutur mengekspresikan keinginannya pada mitra tutur untuk melakukan A, mitra tutur harus melakukan A, mitra tutur melakukan A karena keinginan penutur. Tindak bertanya, ketika mengucapkan sesuatu penutur bertanya, mengekspresikan keingin kepada mitratutur, mitra tutur menjawab apa yang ditanya oleh penutur.
Contoh
Guru : Siapa yang piket hari ini?
Siswa : Ani (siswa yang bersangkutan maju)
Tuturan di atas, merupakan suatu pernyatan yang tujuannya meminta informasi mitra tutur.
Guru : Coba, ulangi jawabannya.
Tuturan ini juga termasuk tindak tutur direktif yang maksudnya menyuruh meminta si A mengulangi kembali jawabannya.
- Tindak tutur ekspresif, tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindak meminta maaf, berterimakasih,menyampaikan ucapan selamat, memuji, mengkritik. Penutur mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur untuk jenis situasi tertentu yang dapat berupa tindak penyampaian salam (greeting) yang mengekspresikan rasa senang, karena bertemu dan melihat seseorang, tindak berterimakasih (thanking) yang mengekspresikan rasa syukur, karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf (apologizing) mengekspresikan simpati, karena penutur telah melukai atau mengganggu mitra tutur.
Contoh : Ya, bagus sekali nilai rapormu.
Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak ekspresif yang termasuk pujian.
- Tindak tutur deklaratif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untk memantapkan sesuatu yang dinyatakan, atara lain dengan setuju, tidak setuju, benar-benar salah, dan sebagainya.
Tindak tutur langsung-tidak langsung dan literal-tidak literal
Berdasarkan isi kalimat atau tuturannya,
kalimat dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu kalimat berita
(deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah
(imperatif).
Adiknya sakit. Di mana handuk saya? Pergi!. Berdasarkan mudusnya, kalimat atau tuturan dapat dibedakan menjadi tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Misalnya:
Adiknya sakit. Di mana handuk saya? Pergi!. Berdasarkan mudusnya, kalimat atau tuturan dapat dibedakan menjadi tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Misalnya:
Tuturan langsung
A: Minta uang untuk membeli gula!
B: Ini.
Tuturan tidak langsung
A: Gulanya habis, yah.
B: Ini uangnya. Beli sana!
A: Minta uang untuk membeli gula!
B: Ini.
Tuturan tidak langsung
A: Gulanya habis, yah.
B: Ini uangnya. Beli sana!
Kadang-kadang secara pragmatis kalimat berita dan tanya digunakan untuk memerintah, sehingga merupakan TT tidak langsung (indirect speech). Hal ini merupakan sesuatu yang penting dalam kajian pragmatik. Misalnya:
1. Rumahnya jauh. (ada maksud: jangan pergi ke sana).
2. Adiknya sakit. (ada maksud: jangan ribut atau tengoklah!)
2. Adiknya sakit. (ada maksud: jangan ribut atau tengoklah!)
Berdasarkan keliteralannya, tuturan dapat dibedakan menjadi tuturan literal dan tuturan tidal literal.
1. Tuturan literal: tuturan yang sesuai dengan maksud atau modusnya. Misalnya, Buka mulutnya! (makna lugas: buka).
2. Tuturan tidak literal: tuturan yang
tidak sesuai dengan maksud dalam tulisan/tuturan. Misalnya, Buka
mulutnya! (makna tidak lugas: tutup). Hal ini disebut juga ‘nglulu’
Dalan bahasa kadang-kadang terjadi, yang bagus dikatakan jelek (hal ini disebut banter ([bEnte]), yang jelek dikatakan bagus (disebut ‘ironi’).
Dalan bahasa kadang-kadang terjadi, yang bagus dikatakan jelek (hal ini disebut banter ([bEnte]), yang jelek dikatakan bagus (disebut ‘ironi’).
Masing-masing tindak tutur
(langsung, tidak langsung, literal, dan tidak literal) apabila
disinggungkan (diinterseksikan) dapat dibedakan menjadi 8 macam seperti
sebagai berikut.
1. TT langsung
2. TT tidak langsung
3. TT literal
4. TT tidak literal
5. TT langsung literal
6. TT tidak langsung literal
7. TT langsung tidak literal
8. TT tidak langsung tidak literal
Misalnya, kalimat Radione kurang banter.
1. TT langsung Radione kurang banter. betul-betul kurang keras.
2. TT tidak langsung keraskan radionya!
3. TT literal betul-betul kurang keras.
4. TT tidak literal suara radionya keras sekali.
5. TT langsung literal betul-betul kurang keras
6. TT tidak langsung literal keraskan radionya!
7. TT langsung tidak literal suara radionya keras sekali.
8. TT tidak langsung tidak literal matikan!
2. TT tidak langsung
3. TT literal
4. TT tidak literal
5. TT langsung literal
6. TT tidak langsung literal
7. TT langsung tidak literal
8. TT tidak langsung tidak literal
Misalnya, kalimat Radione kurang banter.
1. TT langsung Radione kurang banter. betul-betul kurang keras.
2. TT tidak langsung keraskan radionya!
3. TT literal betul-betul kurang keras.
4. TT tidak literal suara radionya keras sekali.
5. TT langsung literal betul-betul kurang keras
6. TT tidak langsung literal keraskan radionya!
7. TT langsung tidak literal suara radionya keras sekali.
8. TT tidak langsung tidak literal matikan!
2.2 Pengertian Praanggapan (Presuppotion)
Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand
(menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis
mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan
bicara atau hal yang dibicarakan.
Selain definisi tersebut, beberapa
definisi lain tentang praanggapan di antaranya adalah: Levinson (dikutif
Nababan, 1987:48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan
maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau
pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau
ungkapan mempunyai makna. George Yule (2006:43) menyatakan bahwa
praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh
penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang
memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings
(1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau
inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik
tertentu. Nababan (1987:46), memberikan pengertian praanggapan sebagai
dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa
(menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan)
mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya,
membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya
untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Dari beberapa definisi praanggapan di
atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi
awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan
juga dipahami oleh mitra tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan
contoh berikut :
(1) a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin kemarin”
b : “Dapat potongan 30 persen kan?
b : “Dapat potongan 30 persen kan?
Contoh percakapan di atas
menunjukkan bahwa sebelum bertutur (1A) memiliki praanggapan bahwa B
mengetahui maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak
Pranowo.
Kesalahan membuat praanggapan
efek dalam ujaran manusia. Dengan kata lain, praanggapan yang tepat
dapat mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan.
Makin tepat praanggapan yang dihpotesiskan, makin tinggi nilai
komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Menurut Chaika (1982:76),
dalam beberapa hal, maka wacana dapat dicari melalui praanggapan. Ia
mengacu pada makna yang tidak dinyatakan secara eksplisit.
Contoh:
(2a) “Ayah saya datang dari Surabaya”.
(3a) “Minuman nya sudah selesai”.
Dari contoh (2a) praanggapan adalah: (1)
saya mempunyai ayah; (2) Ayah ada disurabaya. Pada contoh (3a)
praanggapannya adalah silahkan diminum. Oleh karena itu, fungsi
praanggapan ialah membantu mengurangi hambatan respons orang terhadap
penafsiran suatu ujaran.
2.2.1 Ciri Praanggapan
Ciri praanggapan yang
mendasar adalah sifat keajegan di bawah penyangkalan (Yule, 2006:45).
Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan
akan tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu dijadikan kalimat
negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa kalimat
berikut :
(4) a: “Gitar Budi itu baru”.
b: “Gitar Budi tidak baru”.
Kalimat (b) merupakan bentuk negatif dari
kaliamt (4a). Praanggapan dalam kalimat (4a) adalah Budi mempunyai
gitar. Dalam kalimat (b), ternyata praanggapan itu tidak berubah meski
kalimat (b) mengandung penyangkalan tehadap kalimat (4a), yaitu memiliki
praanggapan yang sama bahwa Budi mempunyai gitar.
Wijana (dikutif, 2009:64) menyatakan
bahwa sebuah kalimat dinyatakan mempresuposisikan kalimat yang lain jika
ketidakbenaran kalimat yang kedua (kalimat yang diprosuposisikan)
mengakibatkan kalimat pertama (kalimat yang memprosuposisikan) tidak
dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperjelas pernyataan tersebut
perhatikan contoh berikut.
(5) a. “Istri pejabat itu cantik sekali”.
b. “Pejabat itu mempunyai istri”.
b. “Pejabat itu mempunyai istri”.
Kalimat (b) merupakan praanggapan
(presuposisi) dari kalimat (5a). Kalimat tersebut dapat dinyatakan benar
atau salahnya bila pejabat tersebut mempunyai istri. Namun, bila
berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pejabat tersebut tidak mempunyai
istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya.
2.2.2 Jenis-jenis Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah
diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur
(Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan
ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial,
presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal,
presuposisi struktural, dan presuposisi konterfaktual.
- Presuposisi Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial
adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri
referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.
(6) a. Orang itu berjalan
b. Ada orang berjalan
b. Ada orang berjalan
2. Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah
praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja
dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
(7) a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b. Dia sakit
(8) a. Kami menyesal mengatakan kepadanya
b. Kami mengatakan kepadanya
b. Dia sakit
(8) a. Kami menyesal mengatakan kepadanya
b. Kami mengatakan kepadanya
3. Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal
dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara
konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain
(yang tidak dinyatakan) dipahami.
(9) a. Dia berhenti merokok
b. Dulu dia biasa merokok
(10)a. Mereka mulai mengeluh
b. Sebelumnya mereka tidak mengeluh
b. Dulu dia biasa merokok
(10)a. Mereka mulai mengeluh
b. Sebelumnya mereka tidak mengeluh
4. Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
(11) a. Saya membayangkan bahwa saya kaya
b. Saya tidak kaya
(12) a. Saya membayangkan berada di Hawai
b. Saya tidak berada di Hawai
b. Saya tidak kaya
(12) a. Saya membayangkan berada di Hawai
b. Saya tidak berada di Hawai
5. Presuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural
mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai
praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu
sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya,
secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di
mana) seudah diketahui sebagai masalah.
(12) a. Di mana Anda membeli sepeda itu?
b. Anda membeli sepeda
(13) a. Kapan dia pergi?
b. Dia pergi
b. Anda membeli sepeda
(13) a. Kapan dia pergi?
b. Dia pergi
6. Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual
berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga
merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan
kenyataan.
(14) a. Seandainya
2.3 Pengertian Implikatur (Makna Tersirat)
Konsep implikatur kali pertama
dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memcahkan persoalan makna bahasa
yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur
dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud
oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara
harfiah Brown dan Yule (1983:1. Sebagai contoh, kalau ada ujaran panas disini bukan? Maka secara implisit penutur menghendaki agar mesin pendingin di hidupkan atau jendela dibuka.
Makna tersirat (implied meaning)
atau implikatur adalah makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan
lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur adalah ungkapan secara
tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata
secara literal (Ihsan, 2011:93)
Menurut Grice (dikutif Rani, Arifin dan
Martutik, 2004:171), dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang
disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh
‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.
Contoh:
(15) Dia orang Palembang karena itu dia pemberani.
Pada contoh (15) tersebut, penutur tidak
secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh
ciri lain (jadi orang Palembang), tetapi bentuk ungkapan yang dipakai
secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti itu ada. Kalau
individu itu dimaksud orang Palembang dan tidak pemberani, implikaturnya
yang keliru tetapi ujaran tidak salah.
Contoh:
(16) Minumnya sudah tersedia, Pak!
Pada contoh (16) tersebut, Anda tentu
akan mengatakan bahwa orang yang mengucapkan kalimat itu sedang
memberitahukan bahwa minuman telah telah selesai dihidangkan. Yang
menjadi persoalan kita bbukan apakah orang itu telah selesai atau belum
selesai menghidangkan minuman tetapi apa maksud ucapan itu sebenarnya?
Nah sekarang minumannya sudah tersedia maka silahkan diminum.
Ternyata
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam percapan umunnya dari
ucapan yang dikeluarkan oleh pelaku tindak berbahasa mengandung makna.
Oleh karena itu, pendengar harus mampu menetapkan bahwa ada makna atau
maksud lain di balik ucapan yang telah dikeluarkan oleh pembicara itu.
Dengan demikian, secara efektif pendengar dapat memberi respon atau
tanggapan yang sesui dengan implikator yang muncul.
Untuk dapat menetukan apa
yang dimaksud dibalik apa yang dikatakan kita memerlukan pengetahuan
tentang kaidah pragmatiknya. Dengan kata lain, untuk menentukan
implikatur suatu ucapan kita harus memahami apa kaidah pragmatiknya.
sumber: edisuryadimaranaicindo.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar